ini adalah mitos tentang identitas perusahaan (logo)
1. Logo Tidak Boleh Banyak Berubah
Corporate identity adalah cermin budaya yang terjadi di dalam perusahaan. Dalam kasus Pertamina, mencerminkan semangat perubahan, logo dirombak total. Logo yang tidak (banyak) berubah mencerminkan bahwa manajemen dan kultur yang ada di dalamnya masih yang lama.
2. Semangat dalam Logo Harus Diagungkan
Logo bukan patung sembahan. Ia hanya sebuah simbol semangat dari orang-orang yang ada di dalam perusahaan.
Jadi budaya perusahaanlah yang membentuk identitas korporat, bukan sebaliknya. Jika mayoritas isi perusahaan bertindak berlawanan dengan image yang tercermin di dalam logo, maka pilihannya hanya logo tersebut yang harus berubah atau manajemenlah yang harus berusaha keras mengubah kultur tersebut.
3. Corporate Identity harus Tampil Dalam Segala Hal, Termasuk Produk
Dalam banyak kasus, corporate identity tidak tampil dalam produk yang disajikan. Misalnya logo U dalam perusahaan Unilever tidak tampil dominan sebagai brand produk Lux. Ia hanya diberi porsi kecil di bagian belakang. Itu pun hanya untuk menandai bahwa Lux adalah produk Unilever.
Logo yang muncul sekaligus sebagai brand memberi resiko tersendiri. Seandainya produk tersebut tidak laku di pasaran, maka produk-produk lain dari perusahaan yang sama biasanya juga menanggung kerugian. Sebaliknya jika produk tersebut berhasil, akan lebih mudah untuk memasarkan produk-produk lain yang juga mencatut identitas korporat perusahaan yang memproduksinya.
Tentu saja ada perusahaan yang mengambil resiko ini. Biasanya bank, perhubungan, dan hotel.
4. Padi dan Kapas Berarti Kemakmuran
Simbol apapun tidak pernah memiliki arti tetap. Seiring perkembangan zaman ia akan berubah makna. Misalnya lampu dulu berarti penerangan. Namun pada masa kini, anak-anak muda sudah memiliki imajinasi bahwa lampu berarti ide. Karena itu sekarang banyak perusahaan kreatif yang memakai image lampu.
Dalam kasus padi dan kapas, imagenya sudah berkembang menjadi “kemakmuran untuk birokrasi”. Masih ngotot untuk make?
5. Logo Harus ‘Menjual’
Tidak, brandlah yang bertujuan menjual. (lihat lagi no 3).
6. Hanya Perusahaan Bonafide yang Butuh Corporate Identity
Suka atau tidak, corporate identity sudah muncul otomatis begitu nama perusahaan ditentukan. Ada ciri khas yang akan muncul saat nama tersebut dituliskan. Itu saja sudah usaha membangun identitas korporat
Masalahnya hanya apakah perusahaan berusaha keras agar identitas tersebut konsisten dengan kultur perusahaannya atau tidak.
7. Logo Harus Rumit Supaya Tidak Bisa Dipalsukan
Faktanya perusahaan tidak akan berjalan kalau diisi orang-orang paranoid. Sebaliknya, justru logo harus mudah dicetak ulang supaya tidak membebani keuangan perusahaan. (Logo yang hanya terdiri dari satu warna lebih murah dicetak ketimbang ratusan warna).
8. Logo Berbentuk Huruf Sudah Ketinggalan Zaman
Banyak juga perusahaan besar mapan yang membiarkan penulisan nama perusahaannya sekaligus sebagai logo. Misalnya Microsoft, sama sekali tidak membuat perusahaan kaya ini jadi kelihatan kolot.
9. Logo Harus Mencerminkan Seluruh Kultur Perusahaan
Tuntutan seperti ini hanya akan membuat logo terlihat rumit. Akhirnya tidak akan ada yang mengerti maksud logo dan akan sulit sekali direproduksi.
Kalau anda seorang desainer atau pemimpin perusahaan yang membutuhkan logo, pikirkan hanya satu kata yang bisa mencerminkan semangat perusahaan.
(Lihat lagi mitos nomor 7.)
(Lihat lagi mitos nomor 7.)
10. Logo Harus Tampil Menarik, Diberi Gaya Sana-Sini, Diberi Warna-Warni, Diberi Efek Cahaya, dan Bila Perlu Dianimasikan.
Tindakan bodoh ini hanya akan membuat logo menjadi sulit dikenali dan tidak meresap ke dalam benak orang yang melihat. Buku Graphic Standard Manual yang dibuat desainer biasanya justru berusaha membatasi modifikasi logo.
0 Comments:
Posting Komentar